Minum Kopi Berfilosofi

Pernah baca cerpen Filosofi Kopi karya Dee ? Kalau belum pernah baca begini ringkas ceritanya : Ben adalah pria yang terobsesi dengan kopi hingga memaksa dia untuk pergi keliling dunia hanya untuk mendapatkan rahasia ramuan kopi yang sangat nikmat. Setelah ilmunya dirasa cukup maka mandirilah ia mendirikan kedai kopi bersama sahabatnya Jody. Karena selain berjualan Ben juga penikmat kopi sejati, maka kedai kopi tersebut langsung laris dikunjungi para penikmat kopi. Tidak hanya itu, Ben tidak sekedar meramu tetapi juga menarik arti, membuat analogi hingga tercipta satu filosofi untuk tiap jenis ramuan kopi. Usaha mereka untung besar hingga Ben mampu untuk meracik ramuan kopi baru yang terkenal sebagai ramuan kopi yang paling sempurna, namanya adalah Ben’s Perfecto. Permasalahannya timbul setelah ada seorang pengunjung yang mengatakan bahwa Ben’s Perfecto tidak senikmat kopi yang pernah ia minum sebelumnya. Intinya ada kopi lain yang lebih nikmat daripada Ben’s Perfecto. Hal ini membuat Ben kaget dan berusaha mencari tahu ramuan kopi seperti apa yang mengalahkan Ben’s Perfecto. Singkatnya, Ben dan Jody berhasil menemukan ramuan kopi yang mengalahkan Ben’s Perfecto, namanya adalah Kopi Tiwus. Mereka berdua mengakui akan kenikmatan Kopi Tiwus, tetapi tidak sampai disitu saja, hal ini mengobrak-abrik pola pikir Ben dan merupakan sebuah pukulan besar baginya bahwa selama ini Ben’s Perfecto tidaklah sempurna. Setelah sekian lama mengurung diri dan menghentikan aktivitasnya sebagai barista (peracik kopi), Ben akhirnya mengerti esensi dari Kopi Tiwus tersebut. Sebenarnya Kopi Tiwus tidaklah sesempurna itu. Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetaplah kopi, punya sisi pahit yang tidak mungkin kamu sembunyikan dan disanalah kehebatan Kopi Tiwus.

*****

Tidak sefundamental Ben, lebih banyak waktuku untuk berdiskusi atau mencari inspirasi ditemani secangkir kopi. Minuman dari bijih kopi yang ditumbuk ini selalu tersedia di kamarku. Aku tidak pernah fanatik terhadap salah satu merek kopi saja, tetapi apabila disuruh memilih, aku akan memilih kopi asli ramuan dari Tana Toraja. Pengalaman pertama dengan kopi Toraja aku alami ketika aku berkunjung ke rumah atasanku kala itu yang berasal dari Tana Toraja. Disajikannya kopi Toraja oleh sang istri atasanku, aroma kopi tersebut membuatku melayang jauh. Aku tidak bisa menahannya, seteguk demi seteguk akhirnya kopi tersebut ludes di perutku. Saat sang istri menawariku untuk menambah lagi seketika itu aku langsung berkata “Iya Bu, saya mau banget”. Rekan kerja dan atasanku pun sontak tertawa, dan pada hari itu aku minum kopi Toraja sebanyak 4 cangkir dan masih ditambah dengan dibungkuskan sedikit kopi Toraja oleh sang istri. Kupikir lebih baik malu daripada harus menahan nikmatnya minum kopi Toraja.

Tidak jelas sejak kapan aku menikmati minum kopi, yang pasti aku menikmati kopi sebelum muncul kedai-kedai kopi belakangan ini. Intinya aku enggan dikatakan bahwa aku mengikuti trend sekarang dengan menjamurnya kedai-kedai kopi. Kenikmatan kopi pertama yang kurasakan mungkin ketika aku sma dulu. Saat itu aku aktif mengikuti organisasi pecinta alam yang kegiatannya banyak dilakukan di alam bebas. Ketika hawa dingin mulai menusuk tulang, secangkir kopi panas menjadi penawarnya. Sejak itu, aku tak pernah lupa untuk membawa kopi sachet kemanapun aktivitas pecinta alam membawaku.

Saat kuliah, secangkir kopi panas selalu menemaniku saat aku sedang belajar menghadapi ujian atau dikala suntuk dengan permasalahan cinta. Sebatang rokok merupakan perpaduan sempurna seperti mimi lan mintuna bagi secangkir kopi. Saat menikmatai keduanya, hiruk pikuk dunia seakan menjadi senyap dan yang terdengar hanya suara konstraksi kerongkongan kala meneguk kopi dan suara hisapan rokok dan gemeritik tembakau terbakar selain itu segalanya sunyi. Selanjutnya rokok tidak menjadi teman bagiku karena aku memutuskan untuk berhenti merokok karena alasan tertentu.

Kenapa harus kopi? Kenapa tidak susu, teh, air mineral, sirup atau jus buah? Apakah ada kaitannya dengan kafein? Secara pribadi, aku meyakini bahwa kafein tidak berpengaruh terhadapku lagi. Aku tidak merasa susah tidur setelah minum kopi bahkan tak jarang aku sering minum kopi sebelum tidurku. Aku menikmati minum kopi mungkin karena rasanya yang merupakan perpaduan antara rasa pahit, manis dan sedikit kecut. Dengan hanya secangkir kopi, aku bisa menghabiskan berjam-jam berdiskusi, membaca atau menulis tanpa makan atau minum lainnya. Aku menikmatinya dari saat kopi itu sangat panas hingga menjadi dingin dengan meminumnya sesruput demi sesruput. Ini berbeda dengan meminum kopi yang dingin karena tidak ada proses yang berlaku terhadapnya. Untuk alasan kesehatan, aku selalu mengimbangi minum kopi dengan minum air putih yang lebih banyak, setidaknya aku tidak mau ginjalku terluka karena kenikmatan ini. Mungkin memang benar bahwa kopi memiliki filosofi sendiri bagiku seperti yang ditulis oleh Dee dalam cerpennya. Saat aku menulis inipun, aku ditemani oleh secangkir kopi panas yang aromanya mengepul dari asap yang dihasilkannya. Mmmm… nikmat… Mau mencoba?